Selasa, 11 September 2018

Ilmu Terus Berkembang, Terbukalah

Satu yang selalu kita, sebagai orangtua, pahami bersama adalah, bahwa kebenaran dan ilmu itu sudah pakem, itu sudah seperti itu bentuknya, dan seperti itulah seharusnya.

Maka begitulah cara kita mengajarkan anak kita.

Cukup menyuruh mereka menghapal, kita pikir kebenaran itu akan terpaku di kepalanya.

Padahal kebenaran dan ilmu itu terus bergerak dan berkembang. Karena kita bukan Tuhan yang tahu segalanya.

Anak kita tidak akan pernah berkembang berfikir jika kita hanya memaku kebenaran dan ilmu kepada mereka. Karena iman dan ilmu memang tidak diturunkan, itu perlu dipelajari.

Satu dari sekian banyak yang membuat saya, sebagai muslim menyayangkan adalah, penemuan yang seharusnya dibuktikan oleh seorang muslim, tetapi lagi-lagi dibuktikan oleh bukan muslim. Tanah adalah zat pembersih yang baik.

Dan tinggallah kita, sebagai muslim hanya bisa berkata, "betulkan Quran mengatakan tanah bersih."

Yang tersisa untuk kita hanyalah dengan menggunakan cocoklogi. Lalu dimana fungsi akal kita.

Padahal ayat jelas terpampang.

Itu sebabnya kita perlu belajar dengan betul. Kita perlu terbuka terhadap apapun sedari kecil. Agar kepala kita tidak terpaku tak bergerak.

Kita perlu inovasi, sehingga kita akan berkembang. Kita perlu perkembangan, agar kita tidak tertinggal.

Itu sebabnya ajarkanlah kepada anakmu keterbukaan sedari kecil, dan jangan memaku kebenaran dan ilmu. Karena kebenaran dan ilmu masih akan berkembang.

Jangan takut berinovasi, jangan takut perkembangan dan jangan takut perubahan.

Masih banyak hal yang bisa anak-anak kita lakukan kedepan sebagai manusia dan sebagai muslim yang baik, bermanfaat.

Agar anak kita nanti tidak hanya menganga menerima semua, dan akhirnya kepalanya terbiasa tidak berfikir, seperti kita.

Rabu, 02 Desember 2015

Generasi Kayu Keropos Takut Paku

Ilmu kayu tanpa lubang paku membuat orangtua takut bersikap kepada anak. Perasaan yang selalu datang adalah bahwa semua hal yang dilakukan orangtua bisa membuat anak menjadi terluka, berlubang, dan itu akan membekas yang menjadikan anak tumbuh dan besar menjadi anak yang buruk. Tak pernah terpikir lagi di kepala orangtua bahwa paku bisa menguatkan dan menyatukan kayu, bahkan mengokohkan bangunan.

Kita terlupa Nabi pun menyuruh orangtua memukul anaknya yang tidak sholat, kita terlupa Lukman banyak mengatakan jangan kepada anaknya. Orangtua menjadi takut untuk memerintah anak, menjadi takut untuk memukul anak. Menjadi marah ketika anak kita terkena pukulan temannya lalu menjadi panjang dengan membawa ke jalur hukum.

Orangtua menjadi tak berbatas bersikap kepada anak, membiarkan apa yang anak mau, padahal orangtua tahu membedakan benar salah saja anak belum bisa.

Dan jadilah kini generasi kayu keropos takut paku, tak berani bersikap, tak berani bertindak, bahkan bermimpi membangun bangsa pun tak terlintas di kepala anak-anak ini, jika pun ada hanya bisa berdoa dengan selemah-lemah iman, hanya bisa berekspresi lewat hentakan nyanyian, tak lebih.

Selasa, 07 April 2015

Biang Keringat Anak

Temans, kemarin saya berkunjung ke rumah guru ngaji suami, acara ini di gagas untuk mempertemukan murid-murid TPA dengan guru ngajinya sewaktu mereka masih unyu-unyu dulu. Sampai disana ternyata kami menjadi tamu pertama yang tepat waktu tentunya, selalu bangga tepat waktu, karena bangga tak dusta. Yup, kembali lagi ke acara tersebut. Disana anak-anak bang Eno, guru ngaji kami, juga ada disana.

Obrolan malang-melintang, cerita jaman dulu, jaman sekarang dan juga cerita antar ibu-ibu.
Dalam satu obrolan salah satu teman mempertanyakan anaknya yang biang keringat, dan ini adalah bukan pertanyaan pertama yang saya dapati dalam obrolan ibu-ibu muda.
Saya lalu merujuk pada blog ibu-ibu muda yang menyampaikan bahwa anak kecil justru lebih cepat berkeringat sehingga harus diperhatikan bahan dan ketebalan baju anak. Lalu saya merujuk pada anak saya yang masih satu yang jarang sakit dan tidak kena biang keringet, Bianco. Apakah dirumah kami ada AC? jawabannya tidak. Apakah Bianco anak yang pendiam sehingga tak berkeringat? tidak, Bianco termasuk anak yang tidak bisa diam seperti anak lain yang duduk pun ada saja yang bergoyang, entah tangan, kaki atau pantatnya seperti penyanyi dangdut yang tidak bisa diam.
Bianco keringatnya banyak, sangat banyak, seperti halnya anak kecil sekarang yang cepat berkeringat, tapi alhamdulillah dia tidak pernah biang keringet, karena saya selalu memperhatikan pakaiannya dan apa yang dipakai olehnya. Pertama, sabun bayi atau anak kecil tak sama dengan orang dewasa, karena kulit mereka berbeda dengan orang dewasa. Kedua, saya sangat jarang memberikan Bianco pengharum seperti bedak atau pengharum pakaian, karena iritasi adalah hal yang cepat dialami anak kecil terhadap bahan kimia, toh tanpa pewangi bayi sudah wangi. Ketiga, saya memberi Bianco minyak telon hanya setelah mandi, dan itu hanya didada dan pusarnya, minyak telon ya, bukan minyak kayu putih, minyak kayu putih itu untuk ukuran orang dewasa saja panas apalagi anak-anak. Dan saya menghentikan memberikan minyak telon setelah Bianco 2tahun. Kecuali untuk keadaan tertentu misalkan ruangan full AC atau habis kehujanan, Bianco kalau habis kehujanan cukup minyak telon dan tak batuk pilek setelah kehujanan, jadi digunakan sebagai obat, bukan penggunaan sehari-hari yang belum jelas fungsinya. Keempat, perhatikan kebersihan anak, biang keringet juga disebabkan kuman yang pastinya bisa hilang hanya dengan sabun, lain halnya dengan virus, oleh sebab itu perhatikan kebersihan seperti cuci tangan, membersihkan keringat yang menumpuk dengan tisu basah dan mandi anak. Oh ya, mandi itu membersihkan seluruh tubuh, jadi jangan sampai lupa mencuci muka anak dengan sabun, biar kuman dimuka juga hilang dan anak cerah dan segar, kaya iklan di televisi, tak usah takut pedih, tinggal tekniknya saja biar mata tak kena. Dan kelima, perhatikan pakaiannya, kasar halus tebal tipisnya, juga panjang pendeknya.

Saya menjamin anak tidak akan biang keringat dan sehat bersih menyejukkan mata dan hati orangtua :)

Minggu, 28 September 2014

Syair Imam Syafi'i

Biarkan hari berlalu dengan segala lakunya, Lapangkan dada atas segala Takdir-Nya
 

Janganlah gundah dengan segala derita
Karena cobaan dunia hanya sementara

 

Tangguhkan jiwa atas segala nestapa
Hiasi diri dengan maaf dan sikap setia

 

Semua aib akan dapat tertutup dengan kelapangan dada
Layaknya kedermawanan menutupi cela manusia

 

Tak ada kesedihan yang abadi, begitupun suka ria
Dan tak ada pula cobaan yang kekal, begitupun riang gembira

 

Di depan musuh, janganlah engkau bersikap lemah
Karena hinaan dari seteru adalah bencana

 

Dan jangan pernah berharap dari kikir durjana
Karena api takkan menyediakan air untuk si haus dahaga

 

Rizkimu takkan berkurang karena ditunda
Dan takkan bertambah karena lelah mencarinya

 

Bila engkau punya hati qona'ah bersahaja
Tak ada bedanya engkau dengan pemilik dunia

 

Bila kematian sudah datang waktunya
Tak ada lagi langit dan bumi yang bisa membela

 

Ingatlah, dunia Allah sangat luas tak terhingga
Tapi bila takdir tiba, angkasa pun sempit terasa
 

Maka biarkanlah hari berlalu setiap masanya
Karena kematian tak ada obat penawarnya

 

(Imam Syafi'i)

Bianco 4 Tahun

Bulan ini Bianco berumur 4 tahun, tepatnya 11 September 2014.

Tak terasa sudah 4 tahun, seperti tak ada yang berubah karena aku dan Bianco selalu bersama-sama kemana pun aku pergi.
Yup, aku selalu bersama anakku kemana pun aku pergi, ke kantor, ke rumah teman, ke rumah saudara, jalan-jalan atau tidur sekalipun.
Bukan berarti tak bersama Abinya, Abinya Bianco kerja seperti suami yang lain sehingga waktu kami bertiga adalah ketika pagi, pulang kerja dan hari libur.
Sampai-sampai sudah pakem di ucapan Bianco bahwa kami adalah bertiga, "Bianco mau berenang sama Abi sama Bunda sama Bianco", "Bianco mau pulang kampung naek pesawat sama Abi sama Bunda sama Bianco", selalu Bianco ucapkan berulang bahwa apa yang dia lakukan akan dilakukan bertiga.

Mungkin aku salah satu orangtua yang khawatir untuk melepas anak kepada orang lain, aku sulit percaya jika tak ada alasan kuat untuk mempercayai orang tersebut.
Sehingga Bianco tak banyak main diluar, jika main diluar pasti akan bersamaku atau suamiku, atau paling tidak dengan orang yang sudah aku percaya.
Anak bukanlah sembarang, anak adalah titipan, yang akan dipertanggungjawabkan nanti dihadapan Tuhan.
Anak adalah apa yang telah kau janjikan untukNya nanti, sehingga untuk mencapai janji itu tak cukup hanya dengan mempercayakan kepada alam dan lingkungan.

Cita-citaku untuk anakku sangatlah besar, tak terucap karena tertanam dihati, cita-cita untuknya di dunia ini, dan di akhirnya nanti.

Yang pertama kutanamkan adalah menjadi anak baik, anak baik adalah sholeh, anak sholeh adalah anak yang disayang Tuhan. Simple. Tapi tak sesimple memptraktekkannya. Seperti hormat kepada yang lebih tua. Mengajarkan anak untuk hormat kepada orang yang lebih tua untuk menyalami ketika bertemu, tak membuat kegaduhan didepannya tidaklah mudah. Seperti juga mengajarkan Bianco sholat untuk mau berdiri disamping Abinya tidaklah mudah. Mengajarkan nilai dasar memanglah butuh kesabaran dan ketekunan. Dan jangan ada pemaksaan, jadi teruslah mengajarkan tanpa bosan atau membandingkan dengan anak lain, tunggulah dan akan tiba saatnya anak mengerti.

Dan di usia 4 tahun ini Bianco sudah mulai mengerti. "Bianco tadi sholatnya baik tidak?" lalu dijawab Bianco sambil mengernyitkan dahi dan penuh semangat, "Bianco sholatnya tidak baik Bunda tadi lari-lari gitu!?". Bianco mulai memahami bahwa sholat dengan lari-lari tidak baik meskipun dia belum bisa mempraktekkan secara benar sholat harus diam tapi dia sudah paham bahwa apa yang dia lakukan adalah salah, satu langkah setidaknya sudah di dapat, bahwa dia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik.

Bianco mungkin di usianya yang 4 tahun ini tak sama dengan anak se usia di saat ini. setidaknya tak banyak. Saat ini anak se usia Bianco biasanya sudah bergaul dengan banyak orang, mengambil yang dia mau tanpa kontrol penuh dari orangtua, dan biasanya dianggap hal yang lucu dan luar biasa karena sudah lebih dewasa dari umurnya. Untukku itu cukup prihatin karena anak tersebut melalui masa kecilnya sebentar saja, sehingga nilai dasar yang harus ditanamkan seusia itu agak sulit diterapkan. Atau setidaknya pemahaman dasar yang harusnya dimiliki terlewatkan karena anak tersebut sudah melompat ketahap berikutnya mengikuti orang dewasa disekitarnya.

Dan pada akhirnya di usia Bianco yang 4 tahun ini aku bersyukur bahwa setidaknya aku masih bisa menjaganya dari nilai negatif yang ada di luar rumah, bisa membentuknya untuk cinta tanah air dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, mengajarkan kepadanya bahwa kita harus malu, takut dan berharap hanya kepada Tuhan.

Met Milad Bianco sayang